Senin, 14 November 2011

Pakar Hukum UGM: Kasus Anand Krishna, Gosip dan Penuh Rekayasa


YOGYAKARTA-Pakar hukum pidana UGM, Prof. Dr. Edward Omar Sharif Hiariej, S.H., M.Hum., menilai kasus pelecehan seksual yang menimpa tokoh spiritual lintas agama Indonesia, Anand Krishna, merupakan rekayasa pihak-pihak tertentu dan hanya gosip belaka. Hal ini berdasarkan atas fakta bahwa kasus tersebut tidak memenuhi syarat untuk dapat dibawa ke pengadilan, yakni minimnya jumlah saksi dan alat bukti yang diperlukan. "Dari jumlah saksi dan alat bukti tidak memenuhi unsur-unsur pidana untuk bisa dibawa ke pengadilan. Tapi ini tetap saja diteruskan ke pengadilan sehingga menandakan adanya rekayasa dalam kasus Anand Krishna," kata Edy, panggilan akrab Edward O.S. Hiariej, dalam Diskusi Kontroversi Kasus Anand Krishna, di University Club (UC) UGM, Selasa (31/5).

Replik JPU Kasus Anand Krishna Dinilai Hanya 'Sandiwara'


REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR - Tanggapan atau replik Jaksa Penuntut Umum (JPU) Martha P Berliana Tobing terhadap nota pembelaan Anand Krishna dan tim kuasa hukumnya dalam kasus pelecehan seksual dinilai penuh dengan 'sandiwara'.

Demikian disampaikan Darwin Aritonang, SH, salah seorang penasehat hukum Anand Krishna, dalam siaran pers yang diterima di Denpasar, Jumat (11/11), menanggapi replik yang dibacakan di hadapan majelis hakim yang diketuai Albertina Ho di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (10/11).

Kuasa Hukum Anand Krishna Akan Laporkan Jaksa


JAKARTA, KOMPAS.com — Kuasa hukum Anand Krishna menilai, jaksa penuntut umum (JPU) mengabaikan fakta yang terungkap di persidangan dalam melakukan tuntutan. Pasalnya, selama persidangan tidak ada satu pun bukti yang terungkap terkait pelecehan seksual yang dituduhkan pada diri Anand.

"Jaksa tidak mencari kebenaran material sesuai fakta yang terungkap di persidangan. Dia sepertinya hanya mau menyelamatkan mukanya karena sudah membuat dakwaan," kata Humprey Djemat, kuasa hukum Anand, kepada Kompas.com seusai sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (26/10/2011).

Jumat, 11 November 2011

Bantahan Jaksa yang tidak Masuk akal

INILAH.COM, Jakarta - Jaksa membantah tudingan Anand Krishna yang mengatakan adanya konspirasi yang dilakukan Muhammad Djumaat Abrory sehingga dirinya menjadi terdakwa atas kasus pelecehan seksual.

Dalam repliknya yang dibacakan dalam sidang lanjutan terdakwa Anand Krishna di PN Jakarta Selatan, Kamis (10/11/2011), Jaksa Martha Tobing menyebutkan, pertemuan yang diadakan Abrory beserta istri, Dian Mayasari dengan mengundang Tara Pradipta Laksmi dan juga beberapa korban pelecehan seksual Anand bukan untuk konspirasi.

Tuntutan Jaksa Martha Ngawur


RIMANEWS- "Ini jelas pemaksaan untuk menghukum Anand Krishna," seru Humprey R Djemat, penasihat hukum aktivis spiritual Indonesia ini, usai mendengar sidang tuntutan kasus kliennya di Pengadilan Negeri (PN) Jaksel pada Rabu (26/10) siang. Sidang kasus dugaan pelecehan seksual ini terlambat 4 jam dari jadwal. Lagi-lagi karena JPU Martha Berliana Tobing SH terlambat datang ke persidangan.

Sekitar pukul 11.45 WIB nampak JPU Martha memasuki PN Jakarta Selatan dengan langkah bergegas. Ia tidak seperti biasanya, melangkah anggun penuh percaya diri, tapi hari ini langkah kaki jaksa Martha terlihat gugup dengan guratan wajah kusut. Entah apa yang berkecamuk dalam benak JPU Martha Berliana Tobing siang itu. Yang jelas garis-garis diwajahnya menandakan JPU sedang berpikir keras dan dilanda kekhawatiran mendalam.

Rekaman Ancaman Frontal Muhammad Djumaat Abrory Djabbar di Ruang Sidang terhadap Anand Krishna Beredar Luas


RIMANEWS-Muhammad Djumaat Abrory Djabbar alias MD Abrory Djabbar mengaku sebagai seorang informan atau intelegen dari sebuah instansi. Tapi semenjak instasi itu dibubarkan disinyalir Abrory berkeliaran mencari uang sebagai freelancer. Sebab instasi yang sudah dibubarkan tersebut memang tidak memberikan gaji kepada anggotanya lagi.

Informan seperti ini banyak berkeliaran mencari informasi (data-data) tentang suatu organisasi. Lantas, data-data tersebut dijual ke pihak lain. Selain itu, informasi bisa disimpan sendiri untuk melakukan pemerasan.

Senin, 07 November 2011

Anand: Tara Bukan Satu-satunya Perempuan di Dunia


JAKARTA, KOMPAS.com — Anand Krishna mengaku menghadapi tekanan besar selama 1 tahun 3 bulan sejak mencuatnya kasus pelecehan seksual yang dituduhkan kepadanya oleh Tara Pradipta Laksmi. Meski demikian, dia menyatakan, tekanan yang dialaminya belum sebanding dengan masalah yang harus dihadapi perempuan-perempuan lain.

"Saya memang menjadi korban penzaliman, tapi yang menjadi korban utama adalah perempuan-perempuan juga," tutur Anand saat jumpa pers seusai sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (7/11/2011).